Kamis, 25 Desember 2008

Merokok, antara hak azasi dan toleransi.

Diperbudak rokok.
Sebelum membahas lebih jauh tentang rokok, aku ingin menceritakan sebuah kisah yang ternyata rokok itu memperbudak. Kisah pertama. Kejadian ini dialami oleh tetanggaku, dia cerita sudah cukup lama, waktu aku SMP. Beliau adalah lulusan sebuah pondok pesantren. Aku cukup kagum sama beliau. Sebelum masuk pesantren, beliau tidak bisa dikatakan orang yang baik, perilakunya cukup nakal dan tidak patut dicontoh oleh anak-anak seperti aku, he2.... Namun, setelah beberapa tahun di pesantren, perilakunya pun berubah, bahkan beliau menjadi dai muda yang banyak disukai masyarakat. Waktu itu, aku diajak beliau untuk nyantri di pesantrennya dan aku pun mau, walaupun karena berbagai hal akhirnya tidak jadi. Dari segi kemampuannya berceramah, memang tidak diragukan lagi, namun ada 1 hal yang agak mengherankan, beliau adalah seorang perokok berat. Baginya rokok seperti makanan pokok, bahkan mungkin lebih. Beliau juga mengatakan kalau lagi stress atau suntuk lebih baik ditemani rokok dari pada teman. Hmmm... aneh sekali... Cerita kedua juga tidak kalah serunya. Kebeltulan kejadiannya belum terlalu lama, yaitu bulan ramadhan kemarin. Cerita ini dialami oleh suami dari sahabatku. Beliau juga orang cukup ngerti tentang agama, bahkan sudah beberapa kali di percaya sebagai penceramah, walaupun sebenarnya beliau orang baru dikampungku. Ramadhan kemarin sepertinya merupakan puasa pertama beliau di Riau, sebelumnya beliau tinggal di Jawa. Sebagai orang yang baru pertama merasakan puasa di Riau, tentu saja berat, aku aja yang dari kecil tinggal di Riau cukup merasakan beratnya puasa. Malam hari setelah tarawih, kami bercerita2 di rumahku. Beliau mengatakan, “Memang berat puasa di sini, tapi sebenarnya aku tahan gak makan & gak minum, tapi aku tu gak tahan sama ini (sambil menunjukkan sebatang rokok)”. Hmmm... “luar biasa”. Ternyata rokok bisa lebih penting dari makanan & minuman. Kalau udah gak tahan kenapa nggak berhenti ngerokok aja kang??? He2.....
Ternyata rokok emang benar-benar memperbudak. Tentunya masih banyak cerita lain yang lebih seru & mendukung tentang perbudakan rokok ini, he2.....

Rokok. Barang ini sudah banyak membuat banyak pihak pusing, bahkan mungkin pemerintah juga. Di satu sisi, barang ini banyak merugikan kesehatan, tapi disisi lain, rokok merupakan salah satu penyumbang terbesar keuangan negara. MUI juga ragu-ragu membuat fatwa haram tentang merokok, di satu sisi merokok tentu banyak mudharatnya dari pada “manfaatnya”, tapi disisi lain banyak juga ulama yang cukup disegani masyarakat yang menjadi perokok berat (katanya ini yang menghambat dikeluarkannya fatwa haram tentang merokok). Mengenai hal ini ada cerita menarik. Seorang ustadz menanyai santrinya yang mantan perokok. “Apakah kamu sudah berhenti merokok? Tanya sang ustadz. “Sudah ya ustadz”, jawab si santri. “Bagus, seorang dai memang tidak pantas merokok”, lanjut ustadz. Hmmm...... Betul tu ustadz, semoga perkataan anda di dengar oleh para kiyai, dai, ustadz, dsb yang perokok berat.

Persoalan rokok memang bukan persoalan yang mudah. Mengeluarkan fatwa haram, dampaknya juga besar. Jika keharaman rokok disamakan seperti khamr, maka apakah semua orang yang terlibat dalam rokok juga berdosa, seperti halnya pada khamr? Misalnya para petani tembakau, sopir truk yang membawanya, terus para pekerja pabrik rokok, dst. Rumit memang.
Bagi para perokok, tentu banyak alasan mengapa mereka merokok, mulai dari hanya menghargai teman yang merokok, karena sudah kecanduan & susah berhenti, sampai yang sudah perokok berat, baginya tanpa rokok gak akan bisa hidup. Aneh. Trus ada juga yang bilang, “hak asasi dong, mau gue merokok apa nggak, ngapain elu ngurusin gue? Selain itu ada juga yang mengatakan, “kasihan kalau kita berhenti merokok, nanti perusahaan rokok bangkrut, ribuan karyawan di PHK & gak ada yang beli tembakaunya petani... Hmmm..... beribu alasan memang untuk membela perilaku yang benar, atau dianggap benar.

Bagi para non perokok, rasanya sudah banyak memberikan toleransi dengan membiarkan para perokok menghisap rokoknya sesuka hatinya. Lalu, apakah para perokok juga sudah bertoleransi terhadap non perokok? Mengenai hal ini aku punya 2 pengalaman menarik. Pertama, kejadian ini sudah cukup lama. Di suatu malam di sebuah warung makan, seperti biasa aku memenuhi hak tubuhku untuk diberi asupan makanan. Sambil menonton TV, aku pun menyantap hidangan yang sudah ada. Disebelahku ada lelaki perokok yang dengan seenaknya merokok dan asapnya mengepul di depan wajahku. Merasa terganggu aku pun melihat pada orang tersebut dengan pandangan dan sikap tidak suka terhadap perilakunya. Lalu diapun mencoba mengalirkan asapnya ke arah lain. Kedua,kejadian ini belum terlalu lama kurang lebih 1,5 bulan yang lalu. Di sebuah acara, aku berkenalan dengan seseorang, kemudian berbincang-bincang. Di tengah perbincangan dia berkata, “rokok bang? (sambil menyodorkan rokok). Aku pun menjawab, “Nggak”. Lalu dia pun berkata, “nggak merokok ya? Maaf ya kalau asapnya mengganggu. Lalu dia pun menjauhkan posisi duduknya dari aku. Aku pun cukup kaget, baru kali ini aku melihat orang merokok meminta maaf karena asapnya mengganggu orang lain. Salut. Mudah2an sikap anda ini merupakan awal untuk berhenti merokok ya!

Dari 2 kejadian di atas, timbul banyak pertanyaan. Apakah sebenarnya para perokok itu sadar kalau perilakunya mengganggu orang lain? Kalaupun mereka sadar, apakah mereka rela meminta maaf karena sudah mengganggu? Lalu, apa yang mereka lakukan agar dia tetap bisa merokok sedangkan asapnya tidak mengganggu orang lain? Dsb....dst... Para perokok, jawab ya!!!!

Ada pendapat menarik dari seorang ulama. Seorang perokok yang merokok seenaknya sebenarnya telah berbuat zalim karena telah merampas hak orang lain untuk menghirup udara bebas. Lalu beliau pun berseloroh, seharusnya para perokok itu pakai kantong plastik di kepalanya, supaya kalau merokok asapnya masuk semua ke dalam tubuhnya, kan sayang sudah beli mahal-mahal kok dibuang. He2.... betul tu ustadz.

Terakhir, kalau menurut anda (para perokok) merokok itu hak asasi, sudah kah anda melakukan kewajiban anda sebelum menuntut hak? Kewajiban anda adalah membiarkan para non perokok untuk menikmati haknya, yaitu menghirup udara segar. Selain itu anda juga harus bertoleransi kepada non perokok, karena non perokok juga sudah berbuat demikian...

Aku bukanlah orang yang benar-benar bersih dari merokok. Tapi setidaknya pengalaman buruk bisa diambil “ibrah” untuk tidak merokok. Percayalah, dengan berhenti merokok akan banyak manfaat yang bisa diambil...

2 komentar:

Anonim mengatakan...

komentarnya dilihat diblog murni aja ya, he...he....

Anonim mengatakan...

hidup ini indah jika kita mengisinya dengan yang indah pula (*_*)