Minggu, 11 Agustus 2013

Pengemis, antara terpaksa dan profesi

Pengemis atau peminta minta, adalah profesi yang dianggap hina oleh sebagian besar orang. Bagaimana tidak, kerjanya cuma minta belas kasihan orang lain. Duduk dipinggir jalan, jembatan penyebrangan, lampu merah atau keliling rumah / toko untuk minta uang. Dengan pakaian yang sangat tidak layak atau sengaja dibuat tidak layak supaya orang menjadi iba melihatnya. Anak kecil, tubuh yang cacat (atau pura-pura cacat) juga menjadi alat untuk mengemis. Tidak jarang juga kita akhirnya kasihan dan memberikan sebagian rezeki kita untuk mereka. Tapi, tahukah kita kalau sebenarnya tidak semua pengemis adalah orang yang benar-benar miskin sehingga terpaksa mengemis? Sudah banyak diberitakan kalau banyak orang mengemis bukan karena terpaksa tapi karena profesi. Ya, mereka nyaman dengan profesi itu karena penghasilannya yang luar biasa besar. Di bulan Ramadhan jumlah pengemis makin menjadi-jadi. Banyak penduduk desa yang ke kota untuk menjadi pengemis. Bahkan ada sebuah desa yang sebagian besar warganya berprofesi sebagai pengemis di kota.

Banyaknya pengemis yang kaya raya nampaknya bukan isapan jempol belaka. Di dekat daerah saya ada pengemis yang katanya rumahnya bagus, anak-anaknya pada kuliah, bahkan sudah naik haji. Dari sebuah wawancara aku juga pernah baca kalau ada pengemis di jakarta yang sebenarnya juga mampu, di kampungnya punya rumah bagus, sawah, dan sebagainya. Lalu kenapa mereka mengemis? Ya karena itu tadi, pekerjaan yang enak, mudah, tapi penghasilannya besar. Penghasilan pengemis ketika bulan Ramadhan bisa mencapai 1- 2 juta perhari, perbulan bisa dapat uang 30-60 jutaan. Bandingkan dengan pekerja pabrik yang gajinya 1,5 sampai 3 juta perbulan, atau fresh graduate sarjana yang gajinya sekitar 3-5 juta perbulan. Butuh bertahun-tahun bagi seorang karyawan untuk bisa mendapatkan gaji puluhan juta perbulan, itu pun kalau karirnya bagus. Kalau begitu, profesi pengemis merupakan profesi yang menjanjikan bukan? Oya, baru-baru ini dengan mata kepalaku sendiri aku melihat pengemis di sebuah atm mengeluarkan kartu atm mandiri gold dari sakunya secara sembunyi-sembunyi. aku tidak tahu apa yang dilakukan, tapi sepertinya mengambil uang. sekali lagi, kalau mau cepet kaya salah satunya mungkin jadi pengemis, kaya harta, tapi tidak kaya hati.

Lalu, bagaimana agama Islam memandang fenomena pengemis ini? Pada dasarnya meminta-minta (mengemis) adalah sesuatu yang dilarang, kecuali sangat terpaksa. Pemerintah dan beberapa tokoh agama juga melarang memberikan santunan kepada pengemis. Rosululloh Muhammad bersabda yang artinya : “Sungguh salah seorang di antara kamu mencari kayu bakar diikat, lalu diangkat di atas punggungnya lalu dijual, itu lebih baik daripada orang yang meminta-minta kepada orang lain, diberi atau ditolak”. Untuk lebih jelasnya mengenai hukum mengemis bisa dibaca disini. Bagaimana pula sikap kita kepada pengemis? Sebaiknya kita berprasangka baik, siapa tahu orang yang mengemis itu memang benar-benar miskin dan terpaksa mengemis. Jadi jangan mengusirnya secara kasar, kalau memang kita mau ngasih ya kasih, kalo nggak ya tolak secara halus. Hal ini sesuai firman Alloh yang artinya, "Dan terhadap orang yang meminta-minta makan janganlah kamu menghardiknya”.(QS.Ad-Dhuha: 10). Salah seorang guruku juga pernah mengatakan demikian, saat itu aku sedang silaturahim ke rumahnya, tiba-tiba ada pengemis, lalu guruku menolak secara halus sambil menasehati kami, kalau ada pengemis jangan dihardik, kalau mau ngasih ya ngasih, kalo nggak ya tolak saja secara halus.

Jadi, sebaiknya kita lebih bijak terhadap pengemis ini, jangan cuma kasihan tapi juga mempertimbangkan aspek-aspek lainnya. Kalau mau bersedekah sebaiknya kepada yang tepat sasaran, misalnya keluarga atau tetangga dekat kita yang kekurangan, panti asuhan atau lembaga yang terpercaya. Mudah-mudahan kita tidak jadi peminta-minta kepada makhluk, tapi meminta hanya kepada Sang Maha Kaya, Alloh SWT.