Selasa, 06 Desember 2011

Berau dalam kenangan

Suatu daerah di Kalimantan Timur bagian utara ini bernama Berau. Mendengar nama daerah ini, mungkin belum terlalu banyak orang yang mengenal. Orang mungkin lebih banyak mengenal Balikpapan, Samarinda atau Tarakan. Padahal daerah ini merupakan daerah yang cukup kaya akan sumberdaya alam seperti batubara, minyak dan hasil hutan, serta kaya akan keindahan alamnya seperti Kepulauan Derawan dan sebagainya. Begitu juga aku, tidak terlalu banyak mengenal daerah ini, bahkan dengar pun jarang, namun takdir membawaku ke daerah ini untuk mencari nafkah selama kurang lebih 1,5 tahun.

Hari itu Kamis, 11 Februari 2010, aku berkesempatan untuk menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di bumi borneo. Ya, Alhamdulillah aku diterima untuk bekerja disalah satu perusahaan tambang batubara di berau, Kaltim. Aku senang sekali, selain karena akan melepas status sebagai “pengangguran”, aku akan pergi ke suatu daerah yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Pagi itu aku berangkat bersama 8 orang teman (kalau tidak salah), kami diterima kerja di perusahaan yang sama. Kami berangkat dari bandara Adi sucipto Yogyakarta menuju bandara sepinggan Balikpapan. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 1,5 jam, akhirnya kami mendarat di bandara sepinggan. Alhamdulillah, akhirnya aku menjejakkan kaki di tanah Kalimantan. Untuk sampai ke berau, masih harus melanjutkan perjalanan udara kurang lebih 40 menit, kebanyakan merupakan pesawat kecil, atau kalau mau lewat darat biasa juga, kurang lebih 12 jam sampai berau. Waktu keberangkatan ke berau dari Balikpapan masih agak lama, kami pun bersantai dulu di bandara. Tiba2 ada sesuatu hal tidak terduga, pesawat yang akan membawa kami ke berau mengalami kecelakaan dan seluruh penerbangan maskapai itu dibatalkan. Seorang petugas yang memang bertugas mengurusi transportasi kami mencoba mencari penerbangan dari maskapai lain, namun hanya mendapatkan 3 tiket. Dengan sangat “terpaksa” sebagian dari kami harus menginap dulu di Balikpapan. Alhamdulillah aku kebagian menginap di Balikpapan. Aku memang ingin sekali jalan2 di kota ini, soalnya banyak cerita baik mengenai kota ini.

Balikpapan. Salah satu kota besar di Kaltim ini sepertinya merupakan tempat yang nyaman. Kota kaya ini cukup rapi dan bersih jika dibanding kota-kota lain di Pulau Jawa. Di kota ini ada perda larangan buang sampah di sembarang tempat, pelakunya bisa langsung di denda. Bahkan di setiap angkutan kota (disini disebut taxi) wajib menyediakan tong sampah di dalamnya, kalau tidak pemilik taxi tersebut akan di denda, tidak heran kalau kebersihan kota ini selalu terjaga, patut dijadikan contoh kota2 lainnya. Jembatan penyebrangan di kota ini juga berfungsi sesuai kegunaannya, yaitu untuk menyebrang pejalan kaki, tidak seperti di kota2 besar lainnya seperti di Jakarta, yang “beralih fungsi” menjadi tempat berjualan, mengemis, bahkan sepeda motor pun masuk ke jembatan penyebrangan. Trotoar juga relative aman dari pedagang kaki lima, sehingga pejalan kaki bias berjalan denga santai di trotoar. Saya juga tidak menemukan pengemis dan pengamen di kota ini. Ada yang bilang sih kalau ketertiban di kota ini dikarenakan tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang relative baik, semua masyarakat punya penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut saya, sampai saat ini kota ini merupakan kota paling bersih dan tertib di Indonesia. Sayang sekali, cuma sebentar aku bisa menikmati kota ini, karena harus melanjutkan perjalanan ke tujuan utama, Berau.

Akhirnya sampai juga kami di Bandara Kalimarau, Tanjung Redeb, Berau. Bandara ini cukup kecil, pesawat yang beroperasi di bandara ini sebagian besar merupakan pesawat kecil. Namun, bandara ini sedang diperluas, sehingga tidak berapa lama lagi akan menjadi besar dan pesawat-pesawat besar pun akan masuk. Sampai di bandara, kami dijemput oleh sopir perusahaan tempat kami bekerja dan langsung dibawa ke kantor.

Cerita mengenai tetek bengek pekerjaan atau bagaimana situasi kerja di perusahaan ini sepertinya tidak usah dibahas, karena hal itu sifatnya sangat sensitive . Aku hanya ingin menceritakan sedikit dari suasana berau. Kesan pertama yang kudapat dari daerah ini adalah daerah ini merupakan daerah yang “mahal”. Ya, biaya hidup di sini sangat mahal jika dibanding dengan daerah-daerah di jawa. Untuk harga makanan bisa 2-3 kali lipat. Aku dan beberapa teman yang sudah lama tinggal di jogja tentu saja merasa kaget dengan harga makanan di sini. Mahalnya harga-harga makanan di daerah ini dikarenakan bahan bakunya yang didatangkan dari tempat yang jauh. Beruntung semua akomodasi berupa tempat tinggal dan makan kami ditanggung oleh perusahaan, kalau tidak pengeluaran bisa sangat membengkak. Bukan Cuma makanan yang mahal, tapi juga transportasi, terutama ojek. Tarif ojek disini sangat mahal, mungkin memanfaatkan banyaknya pendatang yang bekerja di daerah ini. Daerah ini juga sangat panas, namun karena dari kecil aku tinggal di Sumatra yang juga tidak kalah panasnya jadi ya tidak terlalu kaget.

Suku asli daerah ini sama seperti daerah Kalimantan lainnya, yaitu dayak. Namun katanya ada juga suku berau. Akan tetapi di daerah ini masyarakatnya sudah campuran karena banyaknya pendatang, sebagian besar pendatang tersebut berasal dari jawa timur dan Sulawesi selatan. Sebagian memang sudah lama merantau ke daerah ini (transmigrasi), sudah generasi ke-2 atau 3, sebagian lain memang pendatang baru yang memang bekerja di daerah ini seperti kami. Meskipun banyak pendatang, di daerah ini relatife aman, tidak ada konflik sosial. Kebanyakan kalau ada konflik itu antara masyarakat dengan perusahaan. Seperti pada waktu aku awal-awal bekerja, kegiatan kami di lapangan di stop oleh warga karena ingin meminta ganti rugi lahan. Setelah dilakukan perundingan dan penjelasan kepada warga akhirnya selesai juga masalahnya. Beberapa bulan kemudian di tempat lain tapi masih di perusahaan tempatku bekerja, masyarakat di sekitar lokasi tambang berbondong-bondong menuju mine office untuk demo. Intinya mereka ingin dipekerjakan di perusahaan. Terus terang, di satu sisi aku agak sepakat dengan sikap masyarakat tersebut. Kadang aku merasa bahwa aku ini seperti “penjajah”. Aku datang ke daerah orang dengan maksud bekerja, bawahanku adalah masyarakat lokal, aku lah yang ditugasi perusahaan untuk mengatur kerja mereka, menegur dan memberi sanksi kalau mereka salah, dan sebagainya. Kadang- kadang aku agak dilema juga dengan keadaan ini. Disatu sisi aku memang ditugaskan perusaan untuk itu, namun di sisi lain mereka adalah orang lokal, istilah kerennya “akamsi” (anak kampung sini), masak kita datang ke daerah orang untuk mengatur mereka, seperti penjajah saja. Benar kata orang kalau Negara ini belum benar-benar merdeka dari penjajahan. Ah, pusing mikirnya, aku berusaha professional aja, walaupun masih banyak toleransi juga.

Sepanjang sepengetahuanku selama tinggal di berau, daerah ini merupakan daerah yang relatif aman, tingkat kejahatan cukup rendah. Katanya sih kenapa daerah ini aman karena sebgian besar penduduknya bekerja dan bisa mencukupi kebutuhannya. Lapangan kerja di daerah ini masih banyak, yang penting mau saja. Dari yang kulihat sih memang begitu. Sepeda motor yang ditinggal di pinggir jalan walaupun kuncinya tergantung di motor tidak ada yang mencuri. Jangan coba-coba lakukan ini di kota-kota besar di jawa, kalau nggak mau motor melayang. Wong yang udah dikunci dan diberi banyak pengaman saja bisa hilang, apalagi yang sudah siap pakai begitu, ya seperti mengundang maling. Oya, di daerah ini juga tidak ada tukang parkir, jadi kadang kendaraan yang diparkir di pinggir jalan tidak rapi, kalaupun ada tukang parkir, mereka juga tidak memungut bayaran, mungkin sudah digaji dari pemda atau pemilik toko. Meskipun daerah ini relatif aman, ya tetap harus waspada dan hati-hati, ingat kata bang napi, “kejahatan bukan hanya karena ada niat pelaku, tapi juga karena adanya kesempatan, waspadalah-waspadalah! “ :D

Setelah kurang lebih 1,5 tahun mencari nafkah di daerah ini, tibalah saatnya aku untuk pergi. Banyak kenangan yang kudapat di daerah ini, terutama manis dan pahitnya hidup di tengah hutan bersama rekan-rekan geologist, team drilling, logging, juga rekan-rekan dari departemen lain seperti enviro, mining, geotek, project, safety, dsb. Banyak ilmu yang kudapatkan, meskipun tentu saja masih sangat-sangat kurang, mudah-mudahan aku bisa menambahnya di tempat lain. Ada hal yang paling kuingat, yaitu saat aku pertama datang, diinduksi oleh manager safety. Beliau berkata begini, “bekerja dengan baik itu infestasi”. Yang namanya investasi itu hasilnya bisa didapat dalam jangka pendek bisa juga jangka panjang. Artinya bekerjalah kalian dengan baik disini, mungkin kalian akan meraih hasilnya disini, tapi bisa juga ditempat lain setelah di sini. Ok, sip pak, mudah-mudahan aku bisa selalu bekerja dengan baik dimanapun berada. Mudah-mudahan apapun yang sudah aku dapatkan di tempat ini berguna buat kehidupanku dimasa yang akan dating, aamiin…
See you next time Berau… ^_^