Bagaikan jamur di musim penghujan, yang semakin tumbuh subur atau tumbuh tunas-tunas baru. Itulah gambaran dunia politik di Indonesia saat ini. Tahun lalu, banyak partai didirikan, bahkan sampai ratusan jumlahnya dengan latar belakang dan tujuan tertentu, meskipun yang berhasil ikut pemilu “hanya” 30an plus partai lokal. Inilah jaman yang disebut kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dsb. Jadi, semua seolah-olah memang bebas. Tidak setuju dengan suatu kelompok, lalu buat kelompok sendiri, tidak setuju dengan suatu partai, buat partai sendiri, dst. Salahkah yang demikian itu??? Mungkin tidak salah, tapi bagaimana kalau hal ini terjadi terus??? Seolah-olah bangsa ini tidak bisa bersatu, mudah dipecah-pecah. Ketika ada masalah, bukannya bermusyawarah untuk menyelesaikan, tetapi malah keluar dari masalah.
Tahun ini, ketika pemilu legislatif semakin dekat, yang muncul adalah orang-orang yang mengaku mampu memimpin negara ini, mampu menjadi Presiden Republik Indonesia. Mungkin saking banyaknya orang pintar (atau sebaliknya), sampai-sampai orang yang mampu atau mengaku mampu menjadi presiden jumlahnya banyak sekali. Mereka berasal hampir dari semua kalangan, dari politisi, pejabat, artis, tokoh masyarakat, pengusaha, akademisi, dsb. Tentu saja masing – masing merasa punya “kekuatan” untuk jadi presiden, mulai dari kekuasaan, nama besar orang tua, kepopuleran, kekayaan,dsb. Mereka merasa dengan semua yang mereka miliki, mereka “mampu” untuk menjadi pemimpin bangsa ini. Padahal,bangsa ini tidak butuh orang yang merasa atau mengaku-ngaku mampu, tapi butuh orang yang benar-benar mampu. Bangsa ini adalah bangsa yang besar, butuh orang “besar”, bangsa ini bangsa yang kaya, butuh orang yang “kaya”, dsb.
Kedua fenomena di atas, bagi sebagian orang (atau mungkin kebanyakan) adalah fenomena biasa dalam iklim demokrasi. Ah, lagi-lagi demokrasi jadi alasan. Kalau ada perang pendapat, alasan demokrasi, kalau ada demonstrasi (rusuh), alasan demokrasi, kalau ada perpecahan, alasan demokrasi. Seolah-olah demokrasi menjadi pembenaran dari semua masalah. Atau jangan-jangan demokrasi merupakan akar dari semua masalah??? Au ah... Yang jelas, dengan banyaknya partai atau calon presiden, dampak yang sekarang timbul adalah kebingungan masyarakat, terutama masyarakat kecil. Kasarnya, mereka belum terlalu cerdas untuk memilih mana yang terbaik, atau kalau memang tidak ada yang terbaik, yang kejelekannya paling sedikit. Masyarakat bingung. Meskipun ada tokoh nasional yang mengatakan kalau semakin banyak calon, maka akan semakin banyak pilihan. Pernyataan yang menurutku salah kaprah. Semakin banyak calon akan semakin bingung untuk memilih, karena yang dipilih hanya 1, kecuali kalau yang dipilih lebih dari 1, mungkin pernyataan beliau ada benarnya. Walaupun pada dasarnya beliau-beliau perlu diapresiasi karena “ingin” mengabdi pada negara dan memajukan bangsa ini. Mudah2an niatnya benar-benar tulus. Tapi, untuk memajukan bangsa haruskah jadi presiden???
Kembali kepada banyaknya calon presiden (meskipun masih bakal calon). Semua calon merasa mampu untuk memajukan Indonesia, mampu membawa Indonesia kepada kesejahteraan, kejayaan dan kemakmuran. Mungkin mereka tidak membaca sejarah, bagaimana zaman keemasan suatu bangsa atau pemerintahan untuk dijadikan contoh atau suri tauladan. Dalam Islam, tentu saja dimulai zaman Rosululloh, sahabat dan beberapa generasi setelahnya. Pada zaman itu, Islam ada pada masa kejayaan. Dan sepertinya pada zaman itu tidak ada pemimpin yang merasa atau mengaku-ngaku mampu seperti sekarang. Setelah Rasululloh wafat, para sahabat tidak merasa mampu memimpin atau berebut kekuasaan, bahkan mereka saling ingin memberikan kekuasaan, meskipun mungkin sebenarnya masing-masing dari mereka mampu. Rasululloh juga pernah bersabda yang artinya “ Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR.Muslim)”. Nah lo...
Mungkin hal ini hanya pendapat orang yang awam dengan dunia politik dan mungkin terkesan sangat subjektif. Ah, politik. Jadi inget lirik lagu Bang Iwan Fals :
Dunia politik penuh dengan intrik
Cubit sana cubit sini itu sudah lumrah
Seperti orang pacaran
Kalau nggak nyubit ngGak asyik
Dunia politik penuh dengan intrik
Kilik sana kilik sini itu sudah wajar
Seperti orang adu jangkrik
Kalau nggak ngilik ngGak asyik
Rakyat nonton jadi supporter
Kasih semangat jagoannya
Walau tau jagoannya ngibul
Walau tau dapur nggak ngebul
Dunia politik dunia bintang
Dunia hura hura para binatang
Berjoget dengan asik
Dunia politik punya hukum sendiri
Colong sana colong sini atau colong colongan
Seperti orang nyolong mangga
Kalau nggak nyolong ngGak asyik
Rakyat lugu kena getahnya
Buah mangga entah kemana
Tinggal biji tinggal kulitnya
Tinggal mimpi ambil hikmahnya
Dunia politik dunia bintang
Dunia pesta pora para binatang
Asik ngGak asyik
Dunia politik memang asik nggak asik
Kadang asik kadang enggak disitu yang asik (katanya)
Seperti orang main catur
Kalau nggak ngatur ngGak asyik
Pion bingung nggak bisa mundur
Pion pion nggak mungkin kabur
Menteri, luncur, kuda dan benteng
Galaknya melebihi raja
Raja tenang gerak selangkah…
sambil menyematkan hadiah
Asik ngGak asyik (asik lagi! asyik tau!…)
Asik ngGak asyik (orang udah dibilang asyik)
Asik ngGak asyik (asik tau!…)
Asik ngGak asyik (guwa bilang juga apa: asik ngGak…)
(Asyik nggak asyik, by : Iwan Fals)
7 komentar:
indonesia berbentuk bangsa dAn negara. butuh pemimpin yang bisa memahami perbedaan untuk kesatuan dan seperti pemimpin2 dinegara lain butuh orang diplomatis dan cerdas. Untuk keoptimalan butuh PEMIMPIN MUDA.
sepakat!!!!!!!!!!he...he...
Hmmm... Kenapa sih harus pemimpin muda??? bukannya aku tidak setuju, tapi menurutku, usia tidak bisa dijadikan patokan, yang penting adalah kemampuan. Usia muda kalau memang mampu, kenapa tidak, contohnya imam syafi'i, yang sudah dipercaya menjadi imam di usia belia. Sebaliknya, meskipun sudah "tua", kalau memang mampu, juga kenapa tidak, contohnya Utsman bin Affan, yang waktu diangkat jadi khalifah usianya tidak muda lagi.
Bagaimana??? he2...
ga usah pake presiden....ganti khalifah aja gimana????
gitu aja kok repot...sinih biar saya aja yg jadi presiden
he...he...sejarah bukan referensi utama apalagi yang tidak menyagkut principil boleh saja setiap orang berkreasi keputusan berdasarkan kebutuhan. kecuali kalau pingin terjebak masa lalu. silahkan kembali kezaman sejarah.dunia berubah men
he3... jadi pengen ketawa setelah baca commentnya mbak murni. emang siapa yang mo kembali ke zaman sejarah neng??? aku cuma ngasih contoh, kalo dalam memilih seorang pemimpin itu tidak cuma dilihat dari umurnya, tapi dari kemampuan, kepribadian, dsb., saya rasa anda lebih tau. begete... kalau memang menurut anda yang dibutuhkan adalah pemimpin muda, it's oke, asal mampu, no problemo.
jadi siapapun pemimpinnya (mau muda, mau tua) yang penting mimumnya teh botol sosro, he3... malah iklan. maksudnya yang penting bisa membawa Indonesia kepada kejayaan, keadilan dan kemakmuran...
Eh, btw minephone n freshcerita tu sapa ya???
Posting Komentar